oleh: Ahmad Harun Yahya, M.Si
INDOJAMBI.ID – Pilkada serentak 2020 baru saja dilaksanakan, meskipun proses rekapitulasi sedang berjalan dan belum ada penetapan resmi oleh KPUD, namun berdasarkan real qount internal yang penulis himpun dari tim pasangan calon, hampir dipastikan pasangan UAS-Hairan lah yang akan memenangi kontestasi 5 tahunan ini. Ucapan selamat pun telah diberikan oleh ketua Tim Relawan pasangan Mulyani-Amin dan Ketua Partai Nasdem yang merupakan tim dari pasangan mukhlis-supardi. Tulisan dan analisis ini tentu bukanlah suatu hal yang mutlak, namun analisis ini setidaknya tidak dapat di abaikan apabila kita mencoba untuk menganalisis penyebab kemenangan dan kekalahan dalam sebuah kontestasi politik (pilkada).
– Faktor Figur
Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk dapat terpilih dalam Pilkada, salah satunya adalah faktor figur. Berdasarkan hasilr riset LSI dan SMRC disebutkan bahwa, salah satu instrumen utama kunci kemenangan pilkada adalah faktor figur yang kuat. Figur dapat diartikan sebagai segala identitas yang melekat dalam diri seseorang. Identitas itu dapat bisa berupa ciri fisik, latar belakang keturunan, rekam jejak, agamis, bersih dari korupsi, memiliki kedekatan primordial dengan pemilih dan lain sebagainya, sehingga itulah yang kemudian menjadi pertimbangan pemilih dalam memilih pasangan calon. Sosok figur yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi tentu dapat menunjang perolehan suara dengan lebih mudah karena sudah banyak dikenal oleh masyarakat.
Ustadz Anwar Sadat (UAS) sendiri sejak awal memang di unggulkan, hampir semua lembaga survey menempatkan UAS sebagai calon dengan elektablitas tertinggi, tentu saja ini wajar dan sangat beralasan. Pada Pilkada 2015 lalu UAS-Suhatmeri memang kalah dari pasangan Safrial-Amir Sakib, namun UAS-Suhatmeri berhasil memperoleh 58.721 suara dan menang di 6 Kecamatan seperti Betara, Bram Itam, Kuala Betara, Pengabuan, Seberang Kota dan Tungkal Ilir kemudian pada pemilu legislatif 2019 UAS mengantongi 15 ribu lebih suara di Tanjab Barat. Tentu saja faktor inilah yang menjadi modal kuat UAS untuk maju kembali pada pilkada 2020, ditambah lagi tidak adanya calon petahana yang maju pada pilkada 2020 yang baru saja kita laksanakan beberapa hari yang lalu.
– Tim Solid dan Militan
Dalam kontestasi Pilkada mesin politik merupakan garda terdepan dalam sebuah sistem demokrasi elektoral. Mesin politik seringkali diidentikkan dengan partai politik, akan tetapi sebenarnya mesin politik adalah mencakap dari keseluruhan tim. Tidak dapat dipungkiri bahwa pasangan UAS-Hairan memiliki tim dan relawan yang solid, loyal dan militan. Dari sejak pendaftaran di KPUD Tanjab Barat, kita dapat menyaksikan betapa melimpahnya masa pendukung UAS-Hairan. Kemudian, Mesin politik Partai Koalisi yaitu, PAN, Gerindra dan PKS juga bekerja dengan sangat baik, dapat dikatakan ini adalah koalisi partai Nasionalis-Relegius.
Menurut, Firman Noor Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ada Sebuah Pelajaran yang dapat diambil dalam sebuah gelaran pilkada. Seringkali kemenangan seorang kandidat sangat ditentukan oleh koalisi partai dan kondisi Tim yang solid dan militan. Jika di ibaratkan, kondisi ini sama halnya dengan seorang pembalap sepeda motor, meski sang pembalap hanya memiliki skill standar, namun dikarenakan sang pembalap memiliki tim mekanik yang handal hingga membuat mesin dapat melaju dengan kecepatan fantastis, tentu saja pembalap tersebut tetap berpeluang untuk menang. Sebaliknya, ada juga kasus-kasus di mana seorang calon kepala daerah yang didukung oleh banyak partai namun ternyata suara yang diperolehnya tidak menggembirakan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan partai dan jaringan relawan sebagai sebuah bagian dari “political marketing” dan “public relation” pasif, tidak solid atau bahkan tidak bergerak sama sekali. Apakah ini terjadi pada paslon 01 Mulyani-Amin dan paslon 03 Mukhlis-Supardi? Tentu saja penulis tidak menuduh, ini hanya sebuah analisis dan gambaran yang sering terjadi dalam sebuah kontestasi pilkada.
–Faktor Calon Wakil
Sebelum resmi mendaftar di KPUD Tanjab Barat, Anwar Sadat adalah kandidat yang sering membongkar pasang calon wakil, dan hampir semua calon wakil yang dipasangkan dengan UAS berasal dari wilayah Ulu. Kekalahan UAS pada pilkada 2015 khususnya pada kecamatan Merlung, Muara Papalik, Batang Asam, Renah Mendaluh, Tungkal ulu yang di identikan dengan wilayah ulu sepertinya menjadi salah satu alasan kuat mengapa PAN begitu ngotot untuk mencari calon wakil dari wilayah tersebut. Ada semacam trauma politik dari partai PAN karena menurut mereka salah satu penyebab kekalahan UAS pada 2015 karena tidak memilih wakil dari wilayah tersebut. Meski di awal memasangkan UAS-Hairan di nilai kurang tepat, karena UAS-Hairan berasal dari partai yang sama dan hairan di anggap pendatang baru dalam panggung politik daerah. Akan tetapi hairan sepertinya berhasil membantah semua keraguan tersebut. Strategi dan taktik pemenangan yang digunakan hairan berjalan efektif dan sukses Buktinya, berdasarkan real qount sementara dari internal, Hairan berhasil “membombardir” beberapa kecamatan di wilayah Ulu. Pasangan UAS-Hairan pun kemungkinan besar menang di kecamatan Muara Papalik, Renah Mendaluh dan Tungkal Ulu.
– Modal Ekonomi
Modal Ekonomi memiliki peran penting sebagai penggerak dan pelumas mesin politik. Pemilihan umum dengan cara terbuka seperti sekarang tentu memerlukan cost (biaya) politik yang cukup besar. Modal ekonomi dibutuhkan untuk membiayai berbagai kebutuhan dalam rangka kampanye maupun menghimpun massa. Selain dibutuhkan untuk keperluan kampanye, modal ekonomi juga seringkali dibutuhkan dalam kondisi politik yang menekankan kepada interaksi spontan antara pemilih dan calon yang maju dalam pemilu. Ya, UAS yang dulu bukanlah yang sekarang, artinya kondisi kekuatan ekonomi pasangan UAS-Suhatmeri pada 2015 yang lalu berbeda dengan kekuatan finansial pasangan UAS-Hairan pada pilkada 2020. Berdasarkan LHKPN UAS memiliki kekayaan 1.784.608.904, meski penulis tidak menemukan data pada LHKPN Hairan, namun publik mengenal Hairan sebagai sosok yang memang memiliki modal ekonomi yang cukup kuat. Sepertinya, pilkada serentak 2020 yang baru saja kita laksanakan seolah semakin membenarkan sebuah mitos pemilu bahwa untuk memenangi sebuah kontestasi pemilu memerlukan 3 hal yaitu : Popularitas, Elektabilitas dan Isi Tas.
Apa yang penulis sampaikan di atas adalah hasil analisis penulis, boleh jadi apa yang penulis sampaikan tidak lengkap. Untuk melengkapinya tentu memerlukan riset mendalam dan ilmiah.